Tirtayatra Jawa - Bali - Lombok ~ Hubungi Kami : 081353045447 ~ www.tirtayatratour.com ~ Office : Jl.Sekar Tunjung XII. No.10 Denpasar - Bali

Candi Cetho Karanganyar

Foto Bersama Shanti Dharma Padang Bai (Terimakasih Semoga Bisa Berjumpa Kembali)

          Candi Cetho berlokasi di Cetho Gumeng, Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Nama Candi Cetho diambil dari penyebutan masyarakat sekitar terhadap candi ini dimana nama ini sebenarnya juga merupakan nama dusun tempat candi ini dibangun yakni Dusun Cetho. Dalam bahasa Jawan, cetho memiliki arti jelas. Dinamakan cetho karena bila Anda berada di Dusun Cetho, Anda bisa dengan jelas melihat pemandangan pegunungan di sekitar dusun ini. Pegunungan tersebut antara lain Gunung Merbabu, Gunung Lawu dan Gunung Merapi ditambah puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain pemandangan pegunungan, dari dusun ini Anda juga bisa melihat dengan jelas pemandanga kota Surakarta dan Kota Karanganyar di bawahnya. Menurut ahli sejarah, Candi Cetho telah dibangun di abad ke 15, sama halnya dengan Candi Sukuh. Candi ini dibangun di masa Kerajaan Majapahit Hindu. Keunikan dari candi ini adalah Candi Cetho memiki arsitektur yang berbeda dengan candi candi Hindu lain di Jawa. Candi Cetho memiliki arsitektur seperti punden berundak, berbeda dengan arsitektur candi pada umumnya. Perbedaan arsitektur ini lantaran candi ini dibangun di akhir masa kejayaan Kerajaan Majapahit, dimana saat ini kerajaan ini sudah akan runtuh. 
         Dengan keruntuhuhan Kerajaan Majapahit, maka kebudayaan asli masyarakat sekitar kembali muncul. Oleh karena itu arsitektur Candi Cetho ini merepresentasikan kebudayaan asli masyarakat sekitar Dusun Cetho. Menurut sejarah, penemuan kembali Candi Cetho dilakukan pertama kali oleh sejarahwan Belanda bernama Van de Vlies. Ia menemukan Candi Cetho di tahun 1842. Selain Van de Vlies, terdapat beberapa sejarahwan dan ahli lainnya yang telah melakukan penelitian terhadap Candi Cetho yakni A.J. Bennet Kempers, K.C. Crucq, W.F. Sutterheim, N.J. Krom dan Riboet Darmosoetopo yang berkebangsaan Indonesia. Bangunan di Candi Cetho : Teras 1) terdapat 12 arca batu yang disebut Nyai Gemang Arun. Di dalam teras ini akan menemui gapura yang cukup besar dengan bentuk seperti candi bentar. Di dalam teras 1 ini ada bangunan seperti pendopo tanpa dinding di bagian selatan teras 1. Bangunan ini memiliki pondasi dengan tinggi 2 meter. Di bagian atas pendopo in terdapat alas batu yang sering digunakan untuk meletakkan sesaji  oleh masyarakat yang datang pada saat itu. Teras 2 terdapat gapura dan tangga yang terbuat dari batu. Tepat disamping tangga ini, terdapat dua arca yang disebut dengan Nyai Agni. Sayangnya, salah satu arca Nyai Agni ini telah rusak. Layaknya teras 1, teras 2 ini juga memiliki bentuk seperti halaman.
         Bedanya, di bagian belakang teras 2 Anda bisa melihat hamparan batuan yang disusun untuk membentuk gambar burung garuda. Susunan batu ini membentuk gambar burung garuda yang sedang membetangkan sayapnya. Selain itu, ada pula gambar segitiga dan Kalacakra atau alat kelamin laki laki. Karena gambar ini pula, Candi Cetho juga sering disebut dengan Candi Lanang atau Candi Laki Laki. Di dalam gambar gambar ini juga dapat dilihat bentuk hewan lainnya seperti ketam, mimi dan katak. Lambang lambang ini kemungkinan merupakan sengkala angka di tahun Saka 1373 atau tahun 1451 Masehi. Teras 3, terdapat 2 bangunan yang terbangun tanpa dinding. Di bangunan sejenis pendopo ada meja batu yang kemungkinan digunakan sebagai sesaji. Di meja batu ini terdapat relief orang dan binatang yang cukup sederhana. Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, relief di Candi Cetho ini lebih simpel dibandingkan relief di Candi Hindu lain yang cenderung lebih detail. Teras 4, terdapat susunan tangga dengan penyusunan yang rapi. Teras 5 & Teras 6, diteras 5 terdapan arca dan di teras 6 terlihat sama dengan lingkungan candi Cetho yang lainnya. Teras 7 & 8, terdapat gapura dan arca-arca, Teras 9, ada dua buah bangunan yang menghadap ke arah timur. Kedua bangunan ini dipakai sebagai sarana penyimpanan benda benda kuno.
          Di bangunan sebelah kiri, terdapat satu patung Sabdapalon. Sementara di sisi kanan bangunan ini terdapat patung Nayagenggong. Kedua patung dalam bangunan ini merupakan tokoh Punakawan yang ada di cerita pewayangan. Teras 10, ada 6 bangunan dengan sususan tiga bangunan di kanan dan tiga bangunan di kiri yang berhadapan satu sama lain. Di bangunan sebelah kiri terdapat arca Prabu Brawijaya. Sementara di bagian bangunan kanan ada arca Kalacakra. Bangunan sisis kanan yang paling ujung digunakan sebagai sarana penyimpanan pusaka Empu Supa. Empu Supa adalah seorang pembuat pusaka yang cukup terkenal pada masa itu. Teras 11, terdapat dinding batu setinggi 1.6 meter yang menyekat teras ini. Di teras 11 ini ada satu bangunan utama berupa ruangan tanpa atap yang dibangun dengan dinding batu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar